Gubuk reyot ini jadi saksi perjuangan hidup pasangan disabilitas, yakni Kek Togiman dan istrinya, Nek Marsiah. Dinding gubuk tersebut terbuat dari bambu, ada lubang besar di sela-sela dindingnya karena bambu disusun berjarak. Sehingga angin malam dan derasnya hujan mudah masuk dan membuat Kek Togiman dan istrinya sering jatuh sakit.

Bahkan dinding bambu tersebut terlihat rapuh karena digerogoti oleh rayap. Dengan dilihat saja, kita bisa tau kalau dinding tersebut bisa rubuh kapan saja. Tak hanya itu, gubuk tersebut juga beralaskan tanah, permukaannya tak datar sehingga Kek Togiman dan Nek Marsiah kerap tersandung. Bukan hanya rumahnya saja yang memprihatinkan, namun juga dengan barang-barang di dalamnya. Kek Togiman dan istrinya tidur di papan kayu yang mereka duduki ini.

“Kalau ada rezeki pengen benerin rumah, kasian istri sering sakit karena tidurnya gak enak,” ucap Kek Togiman.

Istrinya adalah seorang penyandang tuli, ia memang masih bisa berbicara dan menjawab pertanyaan, namun lawan bicara harus bebicara dengan cukup keras dan penuh perhatian. Sementara itu, tangan dan kaki sebelah kanan Kek Togiman kaku, tak bisa digunakan sebagaimana mestinya.

Untuk memenuhi biaya hidupnya yang tinggal di Dusun Krajan RT 01/003 Banyuanyar Kec. Kalibaru Kab. Banyuwangi Prov. Jawa timur, pasangan disabilitas ini menjadi buruh serabutan. Mereka bekerja di kebun tebu ataupun jadi buruh ternak demi upah yang seharinya tak pernah lebih dari 30 ribu. Namun, sayangnya tak setiap hari ada panggilan kerjaan, sehingga upah tersebut harus mereka hemat untuk makan keesokan harinya. Meskipun hanya bisa makan dengan nasi tanpa lauk, Kek Togiman dan Nek Marsiah begitu bersyukur bisa makan untuk bertahan hidup.

Sobat Quran, berjuang di usia senja sebagai seorang difabel bukanlah hal mudah. Sebagai bentuk apresiasi atas ketabahan mereka selama ini, kita bantu wujudkan mimpi Kek Togiman memiliki rumah yang lebih layak, yuk!