Rumah 4x3 meter itu tak layak disebut rumah. Dindingnya sudah keropos, dengan lubang yang mengaga lebar di beberapa bagiannya. Hanya ada tiga bagian di rumah itu. Ruang tamu, dapur, sekaligus juga kamar sempit yang 'dipaksa' menampung 6 orang.

Pak Ismail tinggal bersama istri dan 4 anaknya yang masih kecil-kecil. Julki, anaknya yang paling bungsu berusia 3 tahun.

Sudah 15 tahun Pak Ismail dan keluarganya tinggal di rumah gubuk itu. Dia bekerja sebagai nelayan dan kadang juga memperbaiki jaring milik tetangganya.

Saat harus melaut, tak jarang Pak Ismail pulang dengan tangan hampa. Itu artinya tidak ada lauk untuk istri dan anak-anaknya.

Untungnya, ada pohon kelor yang tumbuh di depan rumahnya. Istri Pak Ismail menjadikan itu sebagai lauk untuk makan keluarganya.

"Kalau tidak dapat uang setelah pulang dari laut, makan seadanya saja pak. Yang penting perut terisi," Cerita Pak Ismail.

Nia (16 tahun) dan Jihan (12 tahun),anak pertama dan kedua Pak Ismail terkadang juga ikut membantu mencari nafkah, mereka menjadi buruh tani saat panen jagung agar bisa meringankan beban Pak Ismail.

Di tengah keadaan sulit, Pak Ismail bersyukur punya anak-anak yang mengerti dan tidak suka mengeluh. Namun tetap saja ia berharap bisa memberikan rumah yang lebih nyaman untuk mereka. 

Pak Ismail dan keluarganya tinggal di Dusun Sori Bura, Desa Kawinda Nae, Kecamatan Tambora, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.

Sahabat baik, kehidupan Pak Ismail dan keluarganya amat berat. Maukah Sahabat membantu merenovasi rumah Pak Ismail agar lebih layak untuk ditinggali?