Salut sekaligus prihatin ketika kami datang ke Pondok Pesantren Darul Mukhlisin, Pelalawan, Riau.

Bagaimana tidak, 35 santri yang tinggal disana hanya makan seadanya, kadang hanya dengan nasi dan telur atapun tempe, jauh dari gizi yang cukup.

Merekapun tidur berdesakan di asrama yang sudah tidak layak, atapnya sering bocor, tembok bata berlubang karena ngak di plaster, sebagian ditutup seng, hingga merekapun hanya tidur seadanya.

Belum lagi Al-Quran yang mereka gunakan pun sudah tidak layak, robek dan kusam. Padahal mereka adalah para calon hafidz yang setiap hari menggenggam, membaca dan menghafal Qur’an.

Sungguh menyayat hati, pesantren tidak mampu berbuat banyak karena memang tak ada pemasukan karena orang tua mereka tak mampu membiayai mereka di pondok. 

Rio salah satu santri mengatakan ayah dan ibu nya sudah ngak ada jadi ini lah pondok satu satu nya yang menerima dia untuk tempat tinggal dan belajar.

“Orang tua Rio sudah ngak ada lagi 3 tahun yang lalu, dah gabung di Ponpes ini baru 1 tahun ini,” ujar Rio.

Akses yang jauh dari kotapun membuat pondok jauh dari perhatian dan bantuan. Akibatnya pihak pondok menghadapi kesulitan yang berimbas pada para santrinya.

Namun jangan disangka bagaimana semangat para santri belajar dan mengaji di pondok, tercatat sudah puluhan juz mereka hafal. Dalam beberapa tahun kedepan bahkan ada beberapa santrinya yang akan jadi seorang hafidz.

“Sebaik-baiknya rumah kaum muslimin ialah rumah yang terdapat di dalamnya anak yatim yang diperlakukan (diasuh) dengan baik, dan seburuk-buruknya rumah kaum muslimin ialah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim tapi ia diperlakukan dengan buruk” - (HR. Ibnu Majah)