“Dapat makan dari mana, Mak?”

“Dikasih orang … “ jawab Mak Erum dengan suara bergetar.

—

Lebih dari 80 tahun sudah Mak Erum hidup di dunia. Tubuhnya kini sudah semakin bungkuk dan ringkih seiring dengan usianya yang semakin senja. Langkah yang perlahan dan tertatih menunjukkan ia tak lagi sekuat masa mudanya.

Di gubuk reyot inilah, Mak Erum menghabiskan sisa hidupnya. Tak ada suami atau anak, sebatang kara Mak Erum tinggal. Berteman sepi, Mak Erum harus mengurus dirinya sendiri.

Begitulah, sesekali Mak Erum mendapatkan makanan dari kebaikan tetangganya. Namun, jika tidak Mak Erum terpaksa makan tanpa lauk. Bagi Mak Erum, daun singkong yang dipetik di kebun dekat rumahnya adalah lauk yang paling mewah.

“Makan sama garam,” Itulah jawaban Mak Erum ketika kami tanya apa lauk yang sedang ia makan.

Nasi yang dikonsumsi pun mengkhawatirkan, karena sering tak memiliki beras, Mak Erum sering makan nasi sisa hari kemarin.

Jika ada yang memberi ia terima, jika tidak ia tak akan meminta. Ia lakukan apa yang bisa ia lakukan, seperti memetik daun singkong, mencabut rumput, atau membersihkan halaman.

Pasti sangat sulit rasanya menjadi Mak Erum. Dengan tubuh yang melemah dan tak ada yang mengurusinya, ia harus tetap memperjuangkan sisa hidupnya.

Sobat, akankah kita membiarkan Mak Erum berjuang sendiri di sisa hidupnya? Mari kita temani ia, berikan pelukan kebahagiaan dengan kebaikan yang kita salurkan kepadanya.