Langit selalu biru dan cerah, udara lembab dari laut, serta terik matahari selalu jadi teman warga Aceh Tamiang beraktivitas. Namun, suara anak-anak kucing menangis, masih saja terdengar.
____________________

Suara anak-anak kucing menangis sudah bukan hal yang aneh jika ditemui di Aceh Tamiang. Wajar saja, populasinya kian hari meningkat, banyak yang tidak bertanggung jawab melepaskan anakan kucing ke jalanan terpisah dengan induknya.

Kalau menemui kucing-kucing yang berbadan kurus malnutrisi, lidah terus menjulur karena dehidrasi, kaki patah tertabrak, bahkan kepala robek, pasti pecinta kucing akan merinding dan merasakan nyeri di dada.

Sama halnya seperti Uteh Inong yang merasa sedih dan kesal kepada orang-orang yang tega berbuat jahat kepada mereka.

“Kucing terlantar sudah banyak, kalau belum bisa bawa pulang, setidaknya jangan disakiti. Mereka nggak ada yang mau terlahir sebagai kucing liar…”, ujar Uteh Inong kepada kami.

Uteh Inong memang bukan orang berada, dia hanya tinggal di rumah dinas yang kapan saja bisa digusur oleh pemerintah setempat.

Sebisa mungkin Uteh Inong bawa pulang kucing-kucing sakit dan malnutrisi untuk diobati. Ia juga harus pergi jauh ke kota untuk membawa kucing-kucingnya berobat.

Tidak ada klinik hewan di wilayahnya. Hanya ada satu Puskeswan yang jaraknya juga cukup jauh, biasa digunakan untuk obati hewan ternak, tapi peralatannya tidak lengkap.

Memang harus keluarkan ongkos lebih mahal, apalagi ketika ada kondisi yang darurat, tapi harus dilakukan karena tidak ada penampungan sementara untuk mereka di sana.

Sekarang, ia sangat berharap sekali bisa miliki shelter untuk kucing-kucingnya tinggal. Menjadi tempat singgah untuk diberikan penangan pertama sebelum dibawa ke rumah sakit hewan di kota.

Tetangga Baik, temani Uteh Inong merawat mereka yuk? Alirkan kebaikanmu untuk kesehatan dan tempat tinggal kucing-kucing liar di Aceh Tamiang.