
gubuk reyot, tempat kakek penjala ikan berjuang melawan alam dan kehidupan
bantu abah yusuf
Info Lembaga

Sahabat Beramal Jariyah
Tentang program
Di pinggiran waduk yang mulai surut karena kemarau panjang. Diantara kapal tua yang tersandar di lumpur yang mulai mengering. Sebuah gubuk tampak memancing mataku.
Gubuk yang berdiri di pinggir lereng waduk itu jelas tak memiliki sumber penerangan, karena tak tampak satupun jalur listrik ke sana. Saat aku mengira tak satupun orang yang akan menempatinya, terlihat seorang kakek keluar dari gubuk itu. Dia adalah Abah Yusuf (70) seorang lansia yang bertahan hidup dengan menjala ikan.
Atap yang terlihat abstrak jelas dibuat dari bahan-bahan bekas yang bercampur. Spon, seng dan asbes tampak bahu membahu saling berpegangan berusaha meneduhkan isi gubuk itu, meski tak cukup mampu menahan derasnya hujan namun setidaknya dapat mencegah teriknya mentari.
Tak berbeda jauh dengan dindingnya yang nampak berkolaborasi antara bilik bambu, triplek dan papan limbah waduk itulah tembok penahan angin yang faktanya penuh lubang dan celah. Yang seringkali meniupkan hawa dingin dan tak mampu mencegah serbuan serangga malam.
Jangan ditanya tiang-tiang penopangnya yang jelas tampak ringkih dan keropos disana sini. Dibawah lantainya yang terbuat dari potongan kayu dan papan sisa terlihat jelas potongan stereofoam sisa saling bertumpuk dan saling terikat satu sama lain. Jangankan perabot, atau perlengkapan Rumah, pakaianpun hanya nampak beberapa helai menggantung di dinding Gubuk. Inilah istana maha karya dari Abah Yusuf.
“Lamun cai pinuh mah, saung teh sok ngambang ka tahan ku sterofoam komo lamun aya hujan angin pas cai pinuh, abah mah ngan ukur bisa pasrah we kanu kawasa (Kalau air sedang tinggi, gubuk ini akan mengambang tertahan sterofoam. Apalagi saat air penuh turun hujan disertai angin kencang, abah hanya bisa pasrah kepada Sang Pencipta”. Itulah sedikit cerita saat aku coba bertanya bagaimana jika kondisi air waduk tengah penuh.
Tak disangka Abah Yusuf harus sering bertaruh nyawa meninggali tempat ini. Belum lagi saat malam tentu tak ada penerangan lampu, Abah harus diam di tengah kegelapan di temani sebuah lampu minyak kecil dan deru angin yang terus menghantam.
Abah Yusuf yang berprofesi sebagai seorang penjala ikan tak memiliki penghasilan yang jelas. Namun terlihat dari kondisinya saat ini, jangankan untuk memperbaiki istananya itu, untuk makan saja tak jarang Abah harus puas memakan apa saja yang Ia dapat dari Pinggir danau.
Padahal di masa muda beliau adalah seorang pekerja keras, mulai dari buruh tani sampai jadi pedagang keliling pernah ia lakoni demi menghidupi keluarganya, dimasa tuanya kini Abah harus puas hidup sebatangkara di gubuk yang bisa kapan saja roboh menimpanya.
"ada keong, ada kepiting apa saja yang di dapat dari sekitaran danau, kalau belum bisa beli beras abah makan apa saja, Abah pantang untuk minta-minta, seandainya ada yang ngasih ya saya terima, kalau gak ada ya Alhamdulillah seadanya saja kalau gk ada apa-apa ya Abah puasa. kalau ikan itu untuk di jual buat beli beras bukan untuk di makan sendiri" Ungkap Abah penuh keikhlasan.
Saat sakitpun Abah Yusuf hanya bisa terbaring seorang diri dan berharap penyakitnya itu sembuh dengan sendirinya. Kulit tua keriput tampak hitam dibawah sinar matahari yang kian menyengat. Abah Yusuf masih berusaha menebarkan jalanya agar mendapatkan sedikit ikan untuk di tukar dengan secangkir beras pengganjal perut.
Namun sayang kemarau panjang tampaknya semakin membuatnya sulit mendapatkan hasil. Sesekali ia terduduk menahan perutnya yang terus berteriak, berusaha menenangkan agar tak terlalu sakit.
Abah Yusuf kembali berjalan ke istana gubuk reyotnya tanpa membawa seekorpun ikan. Ia tampak hanya bisa bersandar di dinding gubuk yang lagi-lagi tampak sangat abstrak. Berusaha menahan kesedihan dan kesepian serta rasa laparnya seorang diri.
Sudah sepuluh tahun ia tinggal di gubuk itu, sejak istrinya dipanggil pulang oleh Sang Maha Kuasa. Ia harus mengarungi kerasnya kehidupan seorang diri, sedang kedua anak yang pernah Ia perjuangankan pergi merantau berusaha mencari kehidupan yang lebih baik entah kemana. tinggalah kini Abah Yusuf melalui hari senjanya seorang diri ditengah himpitan ekonomi dan keterbatasanya.
Insan Baik, mari buka hati kita. Mari bantu Abah Yusuf memiliki Rumah yang layak untuk ditinggali di usia senjanya. Mari bantu Abah Yusuf memiliki usaha yang layak agar ia tak lagi harus menahan lapar. Sedikit uluran tangan kita akan sangat berdampak besar dalam perubahan kehidupan Abah Yusuf. Mari bantu Abah Yusuf menikmati masa tuanya dengan bahagia.
Belum ada Fundraiser
Ayo jadi bagian dari #JembatanKebaikan dengan membagikan program ini
Berita Terbaru
Belum ada berita
Lembaga belum membuat berita terbaru
Donatur
Lihat SemuaHamba Allah
1 tahun yang lalu
Rp 1.000
Hamba Allah
1 tahun yang lalu
Rp 1.000
Hamba Allah
1 tahun yang lalu
Rp 1.000