Umur bukanlah halangan untuk berbuat baik. Di usianya yang menginjak 56 tahun, Pak Yamin mengasuh 2 anak yatim di rumahnya.
Setelah adiknya meninggal, Pak Yamin membawa dua anaknya ke rumahnya untuk dirawat seperti anak sendiri.
Di rumah sederhana itu, ia juga merawat ibunya yang sudah berumur 81 tahun. Mereka tinggal di Jalan Wringin Lembar Link Cupu, RT 01/02, 68112, Desa Baratan, Kec. Patrang, Kab. Jember, Jawa Timur.
<figure class="image" style="box-sizing: border-box; border-width: 0px; border-style: solid; border-color: rgba(229,231,235,var(--tw-border-opacity)); border-image: initial; --tw-border-opacity:1; margin: 0px; color: rgba(0, 0, 0, 0.85); font-family: Poppins, sans-serif; font-size: 14px; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-weight: 500; letter-spacing: 0.14px; orphans: 2; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px; -webkit-text-stroke-width: 0px; background-color: rgb(255, 255, 255); text-decoration-thickness: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-color: initial;"><img src="https://5p4c3.sgp1.cdn.digitaloceanspaces.com/sahabatpedalaman/public/campaign/5xBQ8X4JiKTO.jpg" style="box-sizing: border-box; border-width: 0px; border-style: solid; border-color: rgba(229,231,235,var(--tw-border-opacity)); border-image: initial; --tw-border-opacity:1; display: block; vertical-align: middle; max-width: 100%; height: initial !important; margin-bottom: 16px; width: initial !important;" data-image="xuebf7oowava"></figure>
Supaya bisa menafkahi keluarga kecilnya, Pak Yamin menjual lontong beras. Setiap pagi, ia bersama dua keponakannya membuat lontong beras itu bersama-sama.
Kemudian, setelah selesai membuat lontong beras, Pak Yamin akan menjual lontong-lontong itu ke desa, pasar, dan alun-alun dengan cara berkeliling menggunakan sepeda ontel.
Setiap hari ia menempuh perjalanan sejauh 20 kilometer. Namun, bukannya dikayuh, sepeda yang ia punya justru dituntun.
<figure class="image" style="box-sizing: border-box; border-width: 0px; border-style: solid; border-color: rgba(229,231,235,var(--tw-border-opacity)); border-image: initial; --tw-border-opacity:1; margin: 0px; color: rgba(0, 0, 0, 0.85); font-family: Poppins, sans-serif; font-size: 14px; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-weight: 500; letter-spacing: 0.14px; orphans: 2; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px; -webkit-text-stroke-width: 0px; background-color: rgb(255, 255, 255); text-decoration-thickness: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-color: initial;"><img src="https://5p4c3.sgp1.cdn.digitaloceanspaces.com/sahabatpedalaman/public/campaign/Yd7b4OjILPF5.jpg" style="box-sizing: border-box; border-width: 0px; border-style: solid; border-color: rgba(229,231,235,var(--tw-border-opacity)); border-image: initial; --tw-border-opacity:1; display: block; vertical-align: middle; max-width: 100%; height: initial !important; margin-bottom: 16px; width: initial !important;" data-image="0qqm3clkvlh7"></figure>
"Dulu saya pernah tertabrak motor. Jadi sekarang masih trauma naik sepeda. Jadi dituntun saja. Lebih capek tidak masalah, yang penting jualannya bisa laku," cerita Pak Yamin.
Setiap bulan pendapatan Pak Yamin berkisar antara 150.000 - 300.000 rupiah. Jelas tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan ibu dan kedua anak angkatnya.
<figure class="image" style="box-sizing: border-box; border-width: 0px; border-style: solid; border-color: rgba(229,231,235,var(--tw-border-opacity)); border-image: initial; --tw-border-opacity:1; margin: 0px; color: rgba(0, 0, 0, 0.85); font-family: Poppins, sans-serif; font-size: 14px; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-weight: 500; letter-spacing: 0.14px; orphans: 2; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px; -webkit-text-stroke-width: 0px; background-color: rgb(255, 255, 255); text-decoration-thickness: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-color: initial;"><img src="https://5p4c3.sgp1.cdn.digitaloceanspaces.com/sahabatpedalaman/public/campaign/858dfyNXHsCQ.jpg" style="box-sizing: border-box; border-width: 0px; border-style: solid; border-color: rgba(229,231,235,var(--tw-border-opacity)); border-image: initial; --tw-border-opacity:1; display: block; vertical-align: middle; max-width: 100%; height: initial !important; margin-bottom: 16px; width: initial !important;" data-image="yotccs495kd0"></figure>
"Saya ingin sekali bisa punya modal lebih, Pak. Supaya bisa bikin warung sendiri di rumah. Jadi nggak harus jalan jauh lagi. Sudah makin tua nafas makin ngos-ngosan," lanjut Pak Yamin.
Sahabat Baik, di tengah usianya yang semakin senja, Pak Yamin berjuang begitu keras demi ibu dan dua anak angkatnya.

Mari sama-sama kita bantu Pak Yamin agar punya modal untuk melanjutkan perjuangannya.

Tuntun Sepeda Sejauh 20 Kilometer Demi Hidupi Keluarga

Umur bukanlah halangan untuk berbuat baik. Di usianya yang menginjak 56 tahun, Pak Yamin mengasuh 2 anak yatim di rumahnya.
Setelah adiknya meninggal, Pak Yamin  membawa dua anaknya ke rumahnya untuk dirawat seperti anak sendiri.
Di rumah sederhana itu, ia juga merawat ibunya yang sudah berumur 81 tahun. Mereka tinggal di Jalan Wringin Lembar Link Cupu, RT 01/02, 68112, Desa Baratan, Kec. Patrang, Kab. Jember, Jawa Timur.

Supaya bisa menafkahi keluarga kecilnya, Pak Yamin menjual lontong beras. Setiap pagi, ia bersama dua keponakannya membuat lontong beras itu bersama-sama.
Kemudian, setelah selesai membuat lontong beras, Pak Yamin akan menjual lontong-lontong itu ke desa, pasar, dan alun-alun dengan cara berkeliling menggunakan sepeda ontel.
Setiap hari ia menempuh perjalanan sejauh 20 kilometer. Namun, bukannya dikayuh, sepeda yang ia punya justru dituntun.

"Dulu saya pernah tertabrak motor. Jadi sekarang masih trauma naik sepeda. Jadi dituntun saja. Lebih capek tidak masalah, yang penting jualannya bisa laku," cerita Pak Yamin.
Setiap bulan pendapatan Pak Yamin berkisar antara 150.000 - 300.000 rupiah. Jelas tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan ibu dan kedua anak angkatnya.

"Saya ingin sekali bisa punya modal lebih, Pak. Supaya bisa bikin warung sendiri di rumah. Jadi nggak harus jalan jauh lagi. Sudah makin tua nafas makin ngos-ngosan," lanjut Pak Yamin.
Sahabat Baik, di tengah usianya yang semakin senja, Pak Yamin berjuang begitu keras demi ibu dan dua anak angkatnya.

Lembaga Filantropi yang berfokus membantu dan memberdayakan masyarakat di Pedalaman Indonesia

Tuntun Sepeda Sejauh 20 Kilometer Demi Hidupi Keluarga

Info Lembaga

Tentang program

Berita Terbaru

Donatur