Pak Iswahyudi (50) tak menyangka jika tekadnya untuk merantau ke Nagakeo akan mengantarkannya ke titik ini.

Kini Pak Iswahyudi dan ibunya, Mbah Lindarti (83) harus tinggal di tengah pasar, di dalam rumah yang ia buat dari kain, terpal, dan kardus. Bila ada seng atau kayu, ia akan pulung untuk menambal beberapa bagian rumahnya. Rumah ini hanya memiliki satu tempat untuk tidur, jadi Pak Iswahyudi memberikannya untuk Mbah Lindarti dan membiarkan dirinya tidur di luar rumah. Subhanallah.

Meski begitu, Pak Iswahyudi tidak lantas mengemis dan meminta-minta. Pak Iswahyudi berjuang memulung sepeda bekas, memperbaiki lalu berusaha menjualnya lagi. Jika sedang musim layangan, ia berusaha untuk membuat dan menjual layangan. Dulu, Mbah Lindarti juga berjualan kopi dan nasi bungkus, meski kini sudah dilakukan karena sudah tidak bisa berjalan jauh lagi.

Penghasilan terbesar Pak Iswahyudi tidak lebih dari Rp200.000,00 per bulannya atau Rp5.000,00 per hari, digunakan untuk mengurus ibu dan makan sehari-hari. Sementara, rumah kainnya yang berada di tengah pasar itu terkena pajak pemerintah sebesar Rp600.000,00 per tahun, yang belum bisa dilunasi Pak Iswahyudi. Alhasil, ia dan Mbah Lindarti terancam diusir dari tempat itu kapan saja.

Ada satu hal yang membuat hati kami terenyuh. Di tengah kesulitan hidup yang ia hadapi Pak Iswahyudi dan Mbah Lindarti memiliki sebuah ruangan berdinding kain dengan meja dari gerobak yang khusus dipakai untuk mengaji.

#OrangBaik , kita buatkan mereka rumah dan buat mereka lebih sejahtera yuk?

Klik Donasi Sekarang untuk berdonasi.