“Ibu…sakit bu, aku gak kuat…” Dik Suratno meringis kesakitan karena tumor jaringan lunak atau soft tissue sarcoma yang melekat di hidungnya.
<figure class="image" style="box-sizing: border-box; border-width: 0px; border-style: solid; border-color: rgba(229,231,235,var(--tw-border-opacity)); border-image: initial; --tw-border-opacity:1; margin: 0px; color: rgba(0, 0, 0, 0.85); font-family: Poppins, sans-serif; font-size: 14px; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-weight: 500; letter-spacing: 0.14px; orphans: 2; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px; -webkit-text-stroke-width: 0px; background-color: rgb(255, 255, 255); text-decoration-thickness: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-color: initial;"><img src="https://5p4c3.sgp1.cdn.digitaloceanspaces.com/bersamaquran/public/campaign/DYlHArmMsBVu.jpg" style="box-sizing: border-box; border-width: 0px; border-style: solid; border-color: rgba(229,231,235,var(--tw-border-opacity)); border-image: initial; --tw-border-opacity:1; display: block; vertical-align: middle; max-width: 100%; height: initial !important; margin-bottom: 16px; width: initial !important;" data-image="atopcub3rr7f"></figure>
Satu tahun lalu, Dik Suratno terjatuh dari masjid saat pulang ngaji. Ia tersungkur dengan posisi hidung yang langsung jatuh berbenturan dengan lantai. Sejak saat itu, luka di hidungnya semakin parah hingga akhirnya luka di hidungnya tersebut berubah jadi tumor. Sejak tragedi naas tersebut, Dik Suratno terpaksa harus putus sekolah. Padahal, seharusnya ia tengah persiapan masuk SMA.
Orangtuanya yang bekerja sebagai buruh tani dengan upah 50ribu/sehari belum bisa mewujudkan pengobatan yang tepat untuk sang buah hati. Alhasil, Dik Suratno hanya dikompres seadanya di rumah mereka yang terletak di Dusun Bendo, Desa. Mojokendil, Kec. Ngronggot, Kab. Nganjuk, Prov. Jawa Timur.
<figure class="image" style="box-sizing: border-box; border-width: 0px; border-style: solid; border-color: rgba(229,231,235,var(--tw-border-opacity)); border-image: initial; --tw-border-opacity:1; margin: 0px; color: rgba(0, 0, 0, 0.85); font-family: Poppins, sans-serif; font-size: 14px; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-weight: 500; letter-spacing: 0.14px; orphans: 2; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px; -webkit-text-stroke-width: 0px; background-color: rgb(255, 255, 255); text-decoration-thickness: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-color: initial;"><img src="https://5p4c3.sgp1.cdn.digitaloceanspaces.com/bersamaquran/public/campaign/Sotdx061RO7y.png" style="box-sizing: border-box; border-width: 0px; border-style: solid; border-color: rgba(229,231,235,var(--tw-border-opacity)); border-image: initial; --tw-border-opacity:1; display: block; vertical-align: middle; max-width: 100%; height: initial !important; margin-bottom: 16px; width: initial !important;" data-image="w0k64dk5n8sv"></figure>
Dik Suratno pernah berobat ke RS rujukan di RS. Surabaya yang berjarak 113 KM dari rumah mereka. Namun, karena biaya obat di luar BPJS dan juga ongkos ke rumah sakit membutuhkan sekitar 2 juta rupiah dalam seminggu, maka pengobatan pun dihentikan. Jangankan untuk obat dan ongkosnya, untuk makan sehari-hari pun upah mereka yang minim kerap tak menyanggupinya.
“Sakit hati saya lihat Suratno nangis nahan sakit, dia juga pasti pengen sekolah lagi,” ucap Bu Sukarti, Ibu Suratno
<figure class="image" style="box-sizing: border-box; border-width: 0px; border-style: solid; border-color: rgba(229,231,235,var(--tw-border-opacity)); border-image: initial; --tw-border-opacity:1; margin: 0px; color: rgba(0, 0, 0, 0.85); font-family: Poppins, sans-serif; font-size: 14px; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-weight: 500; letter-spacing: 0.14px; orphans: 2; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px; -webkit-text-stroke-width: 0px; background-color: rgb(255, 255, 255); text-decoration-thickness: initial; text-decoration-style: initial; text-decoration-color: initial;"><img src="https://5p4c3.sgp1.cdn.digitaloceanspaces.com/bersamaquran/public/campaign/0HPwpB2LGwd0.jpg" style="box-sizing: border-box; border-width: 0px; border-style: solid; border-color: rgba(229,231,235,var(--tw-border-opacity)); border-image: initial; --tw-border-opacity:1; display: block; vertical-align: middle; max-width: 100%; height: initial !important; margin-bottom: 16px; width: initial !important;" data-image="0870qx11esny"></figure>
Sobat Quran, jangan biarkan Dik Suratno mengerang kesakitan lebih lama lagi. Mari kita bantu Dik Suratno dapatkan pengobatan yang tepat segera.

Mari kita bantu Dik Suratno dapatkan pengobatan yang tepat segera.

Bantu Dik Suratno (14 thn) Operasi Tumor Hidung

“Ibu…sakit bu, aku gak kuat…” Dik Suratno meringis kesakitan karena tumor jaringan lunak atau soft tissue sarcoma yang melekat di hidungnya.

Satu tahun lalu, Dik Suratno terjatuh dari masjid saat pulang ngaji. Ia tersungkur dengan posisi hidung yang langsung jatuh berbenturan dengan lantai. Sejak saat itu, luka di hidungnya semakin parah hingga akhirnya luka di hidungnya tersebut berubah jadi tumor. Sejak tragedi naas tersebut, Dik Suratno terpaksa harus putus sekolah. Padahal, seharusnya ia tengah persiapan masuk SMA.
Orangtuanya yang bekerja sebagai buruh tani dengan upah 50ribu/sehari belum bisa mewujudkan pengobatan yang tepat untuk sang buah hati. Alhasil, Dik Suratno hanya dikompres seadanya di rumah mereka yang terletak di Dusun Bendo, Desa. Mojokendil, Kec. Ngronggot, Kab. Nganjuk, Prov. Jawa Timur.

Dik Suratno pernah berobat ke RS rujukan di RS. Surabaya yang berjarak 113 KM dari rumah mereka. Namun, karena biaya obat di luar BPJS dan juga ongkos ke rumah sakit membutuhkan sekitar 2 juta rupiah dalam seminggu, maka pengobatan pun dihentikan. Jangankan untuk obat dan ongkosnya, untuk makan sehari-hari pun upah mereka yang minim kerap tak menyanggupinya.
“Sakit hati saya lihat Suratno nangis nahan sakit, dia juga pasti pengen sekolah lagi,” ucap Bu Sukarti, Ibu Suratno

Sobat Quran, jangan biarkan Dik Suratno mengerang kesakitan lebih lama lagi. Mari kita bantu Dik Suratno dapatkan pengobatan yang tepat segera.

Indonesia Bersama Quran merupakan sebuah lembaga filantropi yang hadir untuk menciptakan kebahagiaan dengan menanamkan nilai-nilai Al-Quran demi kebaikan setiap individu di seluruh dunia, khususnya Indonesia. Kami yakin sekecil apapun kebaikan, apabila dilakukan bersama akan membawa dampak besar bagi kesejahteraan masyarakat.

Bantu Dik Suratno (14 thn) Operasi Tumor Hidung

Info Lembaga

Tentang program

Berita Terbaru

Donatur