"Pernah 2 bulan hujan tidak turun, jadi kami terpaksa minum air sungai yang kotor," – Adi Kokop, tokoh masyarakat di Distrik Aranday, Papua Barat

Sejak berdirinya Distrik Aranday di pedalaman Papua Barat, sebanyak 300 warganya belum pernah merasakan nikmatnya air bersih. Padahal banyak penduduk di daerah Indonesia lainnya yang sudah bisa merasakan dan hidup dari air bersih yang sehat.

Tapi, mau bagaimana lagi? Di distrik mereka tidak ada sumber air bersih, warga hanya bisa mengandalkan air hujan untuk minum, mandi, dan mencuci pakaian.

Sebenarnya ada sungai di distrik tersebut, tapi air sungai yang kotor bukan menjadi pilihan utama bagi warga Aranday. Ditambah lagi jarak ke kampung tetangga untuk mengambil air bersih pun cukup jauh sekitar 3 kilometer.

Mayoritas warga yang bekerja sebagai buruh tani, kebun, dan nelayan pun memanfaatkan air hujan yang mereka tampung di ember atau baskom. Namun, memasuki musim kemarau, di mana hujan jarang turun, warga pun terpaksa meminum air sungai yang kotor itu.

Sedangkan menurut Bapak Adi Kokop, salah satu tokoh masyarakat, warga di sana tergolong memiliki perekonomian yang rendah, sedangkan biaya kebutuhan pokoknya mahal.

“Masyarakat di sini hidupnya sulit, Pak. Meski banyak yang menjadi buruh tani, tapi kami tidak bisa menjual hasil panen ke kota karena ongkos perahunya mahal,”

“Sekali jalan pulang-pergi biayanya 3 juta. Banyak hasil panen akhirnya dijual ke warga sendiri, paling banyak dapat 50.000. Kalau dari nelayan, paling banyak dapat 30.000,” ceritanya.

“Dengan upah yang minim, membeli air bersih rasanya tidak mungkin. Satu kantong kecil air putih saja harganya sudah 5.000. Terpaksa kami ambil air di sungai kotor supaya tetap bisa minum, mencuci, dan mandi,” kata Pak Adi.

Sahabat Baik, kita bisa bantu saudara-saudara kita di Pedalaman Papua agar bisa punya akses air bersih yang lebih mudah. Ayo sama-sama kita bantu mereka!