“Padahal dagangan kakek murah, kenapa belum ada yang beli ya? Kakek gak tahu nanti di rumah makan apa.” ungkap Kakek Astari, penjual sapu dan kipas, sambil berlinang air mata menahan sedih dan lapar.

Sungguh malang nasib Kakek Astari. Sejak berjualan dari pagi, belum ada satupun dari barang dagangannya yang laku. Belum dapat sepeserpun untuk dibawa pulang.

Sebelum berjualan di Pasar Cigasong, Majalengka, kakek berusia 91 tahun ini harus bertahan hidup dengan mengayuh sepeda butut jauh setiap harinya, membawa puluhan perabotan dapur, berkeliling menjajakan dagangannya.

Kakek Astari memiliki 6 orang anak, 12 cucu dan 8 buyut. Ia tinggal bersama bersama putra dan cucu-cucunya, setiap pagi Kakek Astari harus menggejot pedal sejauh 30 kilometer menjajakan perabotnya.

Namun, seiring bertambahnya usia, badan Kakek Astari semakin rapuh dan penglihatannya menjadi buram. Akhirnya kakek memutuskan berjualan sapu dan kipas anyaman. Dagangan itu ia dapatkan dari majikannya, kemudian dijual di Pasar Cigasong yang berjarak 19 kilometer dari rumahnya.

Kakek Astari harus menggunakan tongkat untuk membantunya melangkah, meraba jalanan. Matanya hampir-hampir tak bisa melihat, penglihatannya sangat buram, bahkan untuk membedakan nilai uang. Sekali waktu, ia pernah ditipu oleh pembeli nakal yang memberinya uang lebih kecil dari harga yang dibeli. Namun, Kakek Astari tak pernah mempermasalahkan hal tersebut. Ia yakin ada yang Maha Kuasa melihat dan rezekinya sudah diatur.

Saat didatangi, Kakek Astari menuturkan harga sapu dan kipasnya tergolong sangat murah. Sapunya ia jual seharga 6000 dan kipas seharga 5000. Dalam sehari, Kakek Astari bisa mengantongi 20-30 ribu.

Namun, di masa pandemi yang sudah menerpa kita selama 2 tahun ini, pendapatan Kakek Astari berkurang drastis. Bahkan, saat itu Kakek Astari mengaku belum ada satu pun dagangannya yang laku.

Padahal Kakek Astari sudah berjualan seharian, berkeliling pasar dengan tongkat dan penglihatan senjanya yang semakin buram. Tak ada satu pun dagangannya terjual, Kakek Astari mungkin akan pulang dengan tangan kosong. Hanya menyisakan lapar dan lelah.

Sahabat Iman, bayangkan bila Kakek Astari adalah orang tua kita, berjualan seharian dan pulang tanpa hasil, pergi pagi buta menahan kantuk dan pulang menahan lapar, Apakah kita akan membiarkannya begitu saja?

Sesungguhnya kisah perjuangan ini tidak terjadi di kehidupan Kakek Astari saja, melainkan ribuan pedagang kecil lainnya. Kisah tentang saudara kita yang berjuang setengah mati, demi sesuap nasi di masa pandemi.

Kisah ini juga tentang kita yang peduli akan mereka. Peduli untuk membantu sesama, menjaga saudara.

Ayo kita saling bantu dan saling peduli! jadikan kisah ini bukti kebaikan sahabat. Kita borong dagangan pedagang kecil dan pastikan mereka punya sesuap nasi untuk dimakan di rumah!

Mari bantu borong dagangan saudara dhuafa dan pedagang kecil sekarang juga dengan cara:

1. Klik tombol “DONASI SEKARANG“
2. Pilih metode pembayaran
3. Masukan nominal sedekah terbaik
4. Bagikan cerita dan laman donasi ini! Ajak sanak-saudara, keluarga, teman dan tetangga untuk ikut bangun madrasah. Satu orang berbuat baik karena ajakan Sahabat Iman, satu pahala dan kebaikan sebagai balasan!

Terima kasih, Sahabat Iman. Terima kasih telah saling bantu dan saling peduli. Semoga setiap rupiah yang kita sedekahkan untuk borong dagangan saudara dhuafa dan pedagang kecil, berbalas kebaikan dalam hidup dan berbalas surga-Nya di akhirat kelak.